(Bukan) Soal Cinta

20 October 2012

“Sita is abducted by the king Ravana” – Wikipedia.org

Kapan terakhir kali saya bicara soal cinta? Ini bentuk pertanyaan yang tidak bertanya 😀

Mungkin sejak enam tahun lalu. Bukan menghindari tema-tema cinta atau segala romantika di dalamnya untuk jadi bagian catatan kecil ini. Bukan pula karena canggung dengan stigma menye-menye yang kadung terbentuk di luaran sana. Toh saya tidak begitu antusias perihal ekspektasi orang lain terhadap saya. Sebenarnya, memang tak ada alasan persis. No answer is the answer.

Saya baru membaca (lagi) Ramayana Reborn, komik hyper-reality soal manusia masa depan berbasiskan cerita Ramayana setelah dunia dihancurkan oleh perang nuklir. Kecuali ekplorasi itu, tidak ada yang baru yang menarik buat saya. Drama perebutan kekuasaan disisipi romantika percintaan yang sangat menjemukan. Semacam menekuri romansa Rama, Sita (Shinta) dan Rahwana tetapi dari perspektif “protagonis”. Entahlah, saya hanya bosan.

Penulis itu, mengapa tak ada yang menuturkan sudut pandang ketokohan Rahwana. Mungkin akan menjadi rasa baru bagi khalayak yang doyan komplen seperti saya misalnya. Mulai saja dari cinta Rahwana kepada Sita.

Rahwana, dialah seorang pejuang cinta, sesungguhnya. Dari tokoh Rahwana, kita menjadi tahu bahwa setiap orang pasti memiliki cinta sejatinya, entah yang ia miliki (nikahi) atau tidak. Mencintai Sita adalah takdir Rahwana.

Izinkan saya untuk membuat Anda semakin muntah-muntah ya.. 😀

Orang kadang-kadang menikah karena keadaan. Maka berbahagialah orang yang diberikan hadiah oleh Tuhan untuk menikahi orang yang dicintainya sejak awal, orang yang telah ditentukan menjadi takdirnya. Menikah itu nasib, tapi cinta itu takdir. Siapa yang mampu melawan takdir?

Tuhan selalu menyimpan takdir cinta itu di dalam rindu setiap orang. Dan orang yang berani adalah orang yang berjuang untuk mewujudkan takdir itu sebagai hadiah, bukan sebagai gelisah yang ia simpan di laci-laci langit kenangan.

Maka Rahwana telah menunaikan takdirnya untuk mencintai Sita. Cukup itu saja. Soal akhir cinta yang tragis, justru itu merefleksikan suatu pengorbanan. Tak ada yang salah dengan itu. Karena, pengorbanan, di satu waktu, adalah sesuatu yang layak bagi cinta.

Demikian. Terima kasih.

Silakan, muntah-muntah dilanjutkan :p


Melatih Letih

21 April 2011

“AC ini menghantam hingga belulang,” bisikku pada Caca untuk ketiga kalinya di hari kedua, pelatihan jurnalistik di Koran Jakarta. Ketimbang sebuah ruangan, ini lebh mirip lemari pendingin daging ayam. Maaf, itu harus jujur kukatakan, Bu Manajemen yang entah siapa namamu.

Berulang kali kubelalakkan mata kepada senjuntai benda panjang beraneka warna di depanku. Hitam, putih berseling-selang, tapi meliuk-liuk segerombolan. Apa gerangan? Bayangan samar-samar, kuyakin mereka bukan ular. Ah andaikan hari ini tak ada cerita ketinggalan kaca mata, tentu sudah gampang kuterka. Kabelkah mereka?

Keterangan foto: Koleksi penulis


Trust

23 September 2010

Apa paling penting di hidupmu?
“Trust,” katamu.

Kejujuran itu, menumbuhkan sikap percaya kan?
..

Menerima dan empati mungkin saja dipersepsikan salah. Sikap menerima kadang dapat ditanggapi sebagai sikap tak acuh, dingin dan tidak bersahabat. Empati dapat ditanggapi sebagai pura-pura, penataan citra.

Supaya ditanggapi, sebenarnya kau hanya harus jujur mengungkapkan dirimu kepada orang lain. Kau harus menghindari terlalu banyak melakukan penopengan atau pengelolaan kesan.

Kau tidak perlu menaruh kepercayaan kepada orang yang tidak jujur atau sering menyembunyikan pikiran dan pendapatnya kan? Kau akan menaruh kepercayaan kepada orang yang terbuka, atau tidak mempunyai pretensi yang dibuat-buat.

Sebaiknya, kau berhenti cara lamamu, dan berhati-hati pada orang yang terlalu halus, sehingga sering menyembunyikan isi hatinya atau membungkus pendapat dan sikapnya dengan lambang-lambang verbal dan nonverbal.

Kejujuran menyebabkan perilaku manusia dapat diduga. Ini mendorong orang lain untuk percaya padamu. Terus teranglah agar terang terus!!!


T.I.M.E

4 March 2010

Well the smart money’s on Harlow and the moon is in the street
And the shadow boys are breaking all the laws
And you’re east of East Saint Louis and the wind is making speeches
And the rain sounds like a round of applause
And Napoleon is weeping in a carnival saloon
His invisible fiancee’s in the mirror
And the band is going home, it’s raining hammers, it’s raining nails
And it’s true there’s nothing left for him down here

And it’s time time time, and it’s time time time
And it’s time time time that you love
And it’s time time time

And they all pretend they’re orphans and their memory’s like a train
You can see it getting smaller as it pulls away
And the things you can’t remember tell the things you can’t forget
That history puts a saint in every dream

Well she said she’d stick around until the bandages came off
But these mama’s boys just don’t know when to quit
And Mathilda asks the sailors “Are those dreams or are those prayers?”
So close your eyes, son, and this won’t hurt a bit

Oh it’s time time time, and it’s time time time
And it’s time time time that you love
And it’s time time time

Well things are pretty lousy for a calendar girl
The boys just dive right off the cars and splash into the street
And when they’re on a roll she pulls a razor from her boot
And a thousand pigeons fall around her feet
So put a candle in the window and a kiss upon his lips
As the dish outside the window fills with rain
Just like a stranger with the weeds in your heart
And pay the fiddler off ’til I come back again

Oh it’s time time time, and it’s time time time
And it’s time time time that you love
And it’s time time time
And it’s time time time, and it’s time time time
And it’s time time time that you love
And it’s time time time

[Time – Tom Waits]