SRI

8 December 2018

Sejak bergabung di Facebook sepuluh tahun lalu, hari ini baru benar-benar aku nyaris patah arang dalam sebuah misi pencarian orang.

Entah setan mana yang membisiki kata “sudah, lelah jiwa, aku menyerah”, seraya mengibarkan bendera putih.

Sri. Ke mana minggatnya kamu sang teman sebangku di SD dulu? Seperti SD kita, SD 27 Dalil, kau pun rupanya hilang jejak. Tiarap. Dan parahnya aku tak ingat nama pangjang mu. Jangan tanya rumah di mana, anaknya siapa, jelas ku tak tahu!

Kau tahu, melihat dan membayangkan satu per satu ‘Sri’ di jagat Facebook adalah kutukan. Kutukan atas rasa bersalah ku yang dulu menindas mu, merebut bekal nasi goreng, dan mengata-ngatai mu. Betul, aku kecil sangat kurang ajar. Sementara kau diam, tak melawan.
Moga di antara kita tiada dendam.

22 tahun lalu di Bangka, masih ku ingat rapinya kuncir rambut mu yang kemerahan hasil terik matahari, sang anak wedok yang mandiri, tabah nan baik hati. Sriyanti anak paman petani yang sederhana tapi juga mulia.

Sri apa kabar mu? Seperti apa rupa mu kini? Masih ingatkah? Andai kau masih hidup, andai semesta merestui sekali lagi kita bertemu, daring pun tak mengapa untuk sepotong permintaan maaf yang dulu terlewat.

Sri, aku masih mencari. Dan entah ke mana nasib membawa.

Pelabuhanratu, malam Rabu Oktober 2018.

[Pesan terbuka]

DICARI:

SRI ATAU SRIYANTI YANG ALUMNI SDN 27 DALIL, BANGKA ANGKATAN 97/98. SUKU JAWA, ANAK PETANI SAWIT PT SUMARCO MAKMUN INDAH.

[Dari mantan teman sebangku mu yang berantakan]

#clasamate #sd27dalil #bangka #sriyanti


Sabar dalam Amal

8 December 2018

“Ulah barangbere wae, tong sieun disebut koret!” (Jangan sering ngasih, gak usah takut dibilang pelit)

“Teu butuh dibere, da lain jalma miskin!” (Gak butuh dikasih, bukan orang miskin)

Ada yang pernah?

Tidak perlu aneh (seharusnya) menemukan saudara kita dengan karakter di atas. Toh di jaman nabi sudah ada orang-orang yang bergitu ter..la..lu…

Memang dasar ya itu orang, sudah untung dibantu, dikasih enak, bukannya syukur malah sewot. Sombong banget itu orang, sok kaya, sok jaim, sok kuat, sok hebat…dst. Dasaaar tidak tahu terima kasih, gak tahu diri. Huh!

Mengkel ya? Kapok?

Itu tandanya kita masih manusia dan masih bernyawa di dunia ini, guys. Namanya juga dunia, penuh drama panggung sandiwara, begitu kata Om God Bless 😀

Banyak yang sukses ujian sabar dalam musibah, pun sabar dalam menghindari maksiat. Walau penuh dengan tetesan darah, cucuran peluh dan air mata, kita mah paling sabar pokoknya kalau tertimpa musibah apa saja, insya alloh deh tangguh. Dari mulai kesandung, sampai berkabung. Sabar tidak melakukan dosa, juga alhamdulillah sakses. Seperti menghentikan permanen aktivitas bajak-membajak lagu, film, disertasi, status, foto mantan (?) secara total, maupun istiqomah pensiun dari begal-membegal.

Tapi, sedikit kita sabar dalam taat. Terlalu fokus ingin orang mengapresiasi kita yang menurut diri sendiri prestisius. Butuh sekali pengakuan sosial supaya tenar. Dengan atau tanpa sadar.

Menyadari niat yang tulus ikhlas untuk bersedakah karena Rabb, itu adalah nikmat. Tugas selanjutnya, mempersiapkan mental supaya anti puja-puji maupun caci maki.

Mungkin engkau tak hiraukan sanjungan itu, tak ada lagi dada yang bergemuruh. Tetapi mengapa ketika dirinya antipati terhadap “kesholehanmu” kau tersinggung, kesumat di dalam dada.. Segampang itu tergoyahkan nafsu keakuan.

Sehasrat itu mendamba atribusi yang terlalu profan.

Jangan. Itu penyakit, guys. Amalan sia-sia, juga tak sehat buat lambung saudara. Sabar dalam taat jauh lebih berat. Jelas, hadiahnya surga. Justru bingung dari mana dapat pahala sabar kalau hidup serba mudah.

Sekali lagi, kita masih merantau di dunia guys. Kalau ada bisikan ingin merasa lebih anu dari orang lain, buru-buru ingat deh kita begini karena Alloh masih tutup aib kita di mata mereka.

Life is always biasa-biasa saja. Mau dipuji biasa, dicaci juga biasa saja. Tak ada bedanya.

Mengetahui dapat menghimpun syukur dan sabar dalam satu waktu adalah karunia. Sedekah bentuk syukur dan sabar. Sabar untuk tidak mengharapkan pujian maupun menghadapi celaan. Afdholul imani as shobru wassamakha (iman yang utama sabar dan memaafkan). La tahzan. Alloh bersama orang-orang yang sabar. Dan kreatif mengolah masalah.

Once told me, that us humans are like plain papers. But if you shape yourself right, you can make yourself fly, like paper planes.

Selamat berkreasi dalam perantauan ini, guys.

Wallohualam.

Dari penulis yang hina, insomnia dan belum tentu sabar pula. (Doakan ya) 😀

 

(Tulisan ini juga diunggah di blog kedua saya http://www.viniklima.blogspot.com)